Wamenaker Usul Hapus Syarat Umur di Lowongan Kerja, Setuju?

Wamenaker Usul Hapus Syarat Umur di Lowongan Kerja, Setuju?

Pernyataan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer, terkait persoalan batasan usia dalam lowongan kerja memicu diskusi yang sangat relevan di tengah kondisi pasar tenaga kerja saat ini. Menurut beliau, ketentuan mengenai batas usia ini perlu dipertimbangkan untuk dihapuskan karena berpotensi mendiskriminasi tenaga kerja yang sebenarnya masih berada dalam kategori usia produktif. Wamenaker menekankan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pekerjaan tanpa dipandang sebelah mata hanya karena faktor usia semata.

Fenomena diskriminasi usia dalam dunia kerja bukanlah hal baru di Indonesia maupun di berbagai negara lainnya. Banyak perusahaan yang mencantumkan syarat usia maksimal dalam lowongan kerja mereka, umumnya antara 25 hingga 35 tahun, bahkan untuk posisi yang tidak memerlukan pekerjaan fisik yang berat. Ketentuan semacam ini tentu sangat menutup peluang bagi mereka yang berusia di atas angka tersebut, meskipun memiliki pengalaman, keterampilan, dan kualifikasi yang sesuai bahkan jauh lebih baik dari pelamar yang lebih muda.

Diskriminasi Usia: Masalah Sosial dan Ekonomi

Menolak pelamar kerja hanya berdasarkan usia merupakan bentuk diskriminasi yang berdampak pada banyak aspek kehidupan, baik dari sisi sosial maupun ekonomi. Dari sisi sosial, individu yang sudah memasuki usia di atas 35 tahun namun masih sangat produktif akan merasa tidak dihargai kontribusinya dalam dunia kerja. Hal ini bisa berdampak pada meningkatnya stres, ketidakpastian ekonomi, hingga krisis kepercayaan diri.

Dari sudut pandang ekonomi, membatasi pencari kerja berdasarkan usia turut mempersempit pasar tenaga kerja. Banyak individu berusia 40 tahun ke atas yang masih memiliki semangat kerja tinggi, loyalitas yang kuat, dan pengetahuan mendalam di bidang mereka. Sayangnya, kelebihan-kelebihan ini jarang dihargai jika perusahaan hanya fokus pada pelamar muda.

Produktivitas Tidak Hanya Ditentukan oleh Usia

Salah satu argumen utama yang mendukung penghapusan batas usia dalam lowongan kerja adalah bahwa produktivitas seseorang tidak bisa hanya dinilai dari usianya semata. Produktivitas sejatinya lebih ditentukan oleh tingkat kompetensi, keahlian teknis, pengalaman kerja, serta soft skills seperti kemampuan kerja tim, manajemen waktu, dan daya tahan dalam menyelesaikan beban kerja.

Banyak studi menunjukkan bahwa dalam beberapa bidang pekerjaan, pengalaman yang dimiliki oleh pekerja usia menengah ke atas justru menjadi aset berharga bagi perusahaan. Karyawan yang lebih dewasa cenderung memiliki etika kerja yang lebih kuat, lebih jarang berpindah kerja (turnover rendah), serta memiliki jaringan profesional yang lebih luas.

Pentingnya Kebijakan Ketenagakerjaan yang Inklusif

Pernyataan dari Wamenaker juga membuka wacana bahwa proses rekrutmen di Indonesia perlu diatur agar lebih adil dan inklusif. Artinya, syarat usia yang kaku dalam lowongan kerja perlu ditinjau ulang, dan jika memungkinkan, dihapus atau disesuaikan dengan kebutuhan aktual peran pekerjaan tersebut, bukan berdasarkan asumsi usang.

Pemerintah bisa berperan lebih aktif dalam mendorong perusahaan untuk membuka lapangan kerja yang lebih merata bagi semua usia produktif. Salah satu caranya adalah dengan menyusun regulasi ketenagakerjaan baru, atau merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang ada agar menghapuskan atau melarang pencantuman batas usia dalam iklan lowongan kerja, kecuali jika memang berhubungan langsung dengan tuntutan fisik dari pekerjaan tersebut.

Urgensi Revisi Regulasi

Memang, Wamenaker mengakui bahwa saat ini belum bisa dipastikan apakah akan ada revisi resmi terhadap UU Ketenagakerjaan yang mengatur hal ini. Namun, persoalan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Mengingat tingginya angka pengangguran terbuka dan tantangan ekonomi pascapandemi, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menciptakan iklim ketenagakerjaan yang lebih ramah dan terbuka bagi semua kalangan usia produktif.

Statistik menunjukkan bahwa pengangguran tertinggi di Indonesia masih didominasi oleh kelompok usia muda, namun tidak sedikit pekerja usia di atas 35 tahun yang kesulitan mencari pekerjaan baru ketika mereka terkena PHK atau ingin berpindah karir. Dengan penghapusan persyaratan usia, pasar kerja bisa lebih fleksibel dan adaptif terhadap kebutuhan zaman.

Tantangan dan Penyesuaian dari Dunia Usaha

Di sisi lain, dunia industri juga perlu melakukan penyesuaian dalam menyikapi kebijakan ini. Sangat penting bagi perusahaan untuk menyadari nilai dari keragaman usia dalam tempat kerja. Tim yang terdiri dari beragam usia—baik muda maupun lebih berpengalaman—dapat saling melengkapi dan menghasilkan sinergi yang lebih baik.

Perusahaan modern perlu mulai mengadopsi sistem rekrutmen berbasis kompetensi, bukan hanya usia atau penampilan fisik semata. Sistem rekrutmen yang berbasis kompetensi menilai pelamar berdasarkan kinerja dan kemampuan aktual, bukan prasangka atau stereotip yang belum tentu benar.

Dukungan terhadap Peningkatan Skill dan Re-training

Seiring dengan penghapusan batas usia, salah satu aspek penting yang harus diperkuat adalah program pelatihan ulang (retraining) dan peningkatan kompetensi (upskilling) bagi tenaga kerja berusia di atas 35 tahun. Pemerintah dan sektor swasta bisa bersinergi dalam menciptakan program-program pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan industri, terutama dalam menghadapi transformasi digital dan industri 4.0.

Dengan dukungan pelatihan yang terpadu, pekerja usia menengah ke atas akan memiliki bekal untuk bersaing secara sehat dalam pasar kerja modern, yang kini banyak membutuhkan kemampuan digital, komunikasi yang efektif, dan wawasan global.

Kesetaraan Akses dan Hak Dasar Warga Negara

Hal yang tidak kalah penting adalah memberikan akses yang setara untuk semua warga negara dalam mencari nafkah. Prinsip bahwa mencari pekerjaan adalah hak dasar setiap individu harus diterapkan secara nyata dalam setiap kebijakan ketenagakerjaan, termasuk dalam proses perekrutan.

Diskriminasi berbasis usia bukan hanya melanggar nilai-nilai keadilan sosial, tapi juga bertentangan dengan semangat konstitusi yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Karenanya, menghapus batas usia dalam rekrutmen bukan hanya kebijakan progresif, melainkan juga sebuah keharusan moral dan hukum.

Kesimpulan

Pernyataan Wakil Menteri Ketenagakerjaan mengenai pentingnya penghapusan batas usia dalam lowongan pekerjaan merupakan langkah awal yang baik menuju reformasi pasar kerja di Indonesia. Meskipun belum ada kepastian dalam bentuk regulasi, pernyataan ini harus direspons dengan sikap positif oleh seluruh pemangku kepentingan: pemerintah, dunia industri, dan masyarakat itu sendiri.

Sudah saatnya Indonesia memiliki sistem ketenagakerjaan yang lebih adil, inklusif, dan tidak membatasi peluang seseorang hanya karena angka pada akta kelahirannya. Setiap individu, selama masih dalam usia produktif dan memiliki kapasitas yang dibutuhkan, berhak untuk bekerja dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Semoga wacana ini segera diwujudkan dalam bentuk kebijakan nyata, demi masa depan tenaga kerja Indonesia yang lebih baik dan berkeadilan.

More Reading

Post navigation

Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *